Beberapa kondisi berikut ini perlu perhatian khusus :
Wanita hamil
Pada prinsipnya paduan pengobatan TB pada wanita hamil tidak berbeda dengan pengobatan TB pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil, kecuali streptomisin karena dapat menembus barier placenta dan dapat menyebabkan permanent ototoxic terhadap janin dengan akibat terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada janin tersebut.
Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkannya terhindar dari kemungkinan penularan TB.
Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya paduan pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut dapat terus menyusu. Pengobatan pencegahan dengan INH dapat diberikan kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya selama 6 bulan. BCG diberikan setelah pengobatan pencegahan.
Wanita penderita TB pengguna kontrasepsi.
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang wanita penderita TB seyogyanya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).
Penderita TB dengan infeksi HIV/AIDS
Prosedur pengobatan TB pada penderita dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama seperti penderita TB lainnya. Obat TB pada penderita HIV/AIDS sama efektifnya
Penderita TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada penderita TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan TB sangat diperlukan dapat diberikan SE selama 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan RH selama 6 bulan, bila hepatitisnya tidak menyembuh seharus dilanjutkan sampai 12 bulan.
Penderita TB dengan penyakit hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan TB. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT harus dihentikan. Pirazinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan obat yang dapat dianjurkan
adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE atau 9RE.
Penderita TB dengan gangguan ginjal
Isoniazid, Rifampisin dan Pirazinamid dapat diberikan dengan dosis normal pada penderita-penderita dengan gangguan ginjal. Hindari penggunaan Streptomisin dan Etambutol kecuali dapat dilakukan pengawasan fungsi ginjal dan dengan dosis diturunkan atau interval pemberian yang lebih jarang. Paduan OAT yang paling aman untuk penderita dengan gangguan ginjal adalah 2RHZ/6HR.
Penderita TB dengan Diabetes Melitus
Diabetesnya harus dikontrol. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan Rifampisin akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena mempunyai komplikasi terhadap mata.
Penderita-penderita TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa penderita seperti :
· TB meningitis
· TB milier dengan atau tanpa gejala-gejala meningitis
· TB Pleuritis eksudativa
· TB Perikarditis konstriktiva.
Prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara bertahap 5-10 mg . Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.
Pengobatan atau Tindak Lanjut Bagi Penderita
1. Penderita Yang Sudah Sembuh
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) paling sedikit 2 (dua) kali berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada AP dan/atau sebulan sebelum AP, dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya).
Tindak lanjut: Penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap.
2. Pengobatan Lengkap
Adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada hasil, pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut negatif.
Tindak lanjut: Penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap. Seharusnya terhadap semua penderita BTA positif harus dilakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai dengan petunjuk.
3. Pindah
Adalah penderita yang pindah berobat ke daerah kabupaten/kota lain.
Tindak lanjut : Penderita yang ingin pindah, dibuatkan surat pindah (Form TB.09) dan bersama sisa obat dikirim ke UPK yang baru. Hasil pengobatan penderita dikirim kembali ke UPK asal, dengan formulir TB.10.
4. Defaulted atau Drop Out
Adalah penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
Tindak lanjut: lacak penderita tersebut dan beri penyuluhan pentingnya berobat secara teratur. Apabila penderita akan melanjutkan pengobatan, lakukan pemeriksaan dahak. Bila positif mulai pengobatan dengan kategori-2 ; bila negatif sisa pengobatan kategori-1 dilanjutkan.
5. Gagal
Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan.
Tindak lanjut : Penderita BTA positif baru dengan kategori 1 diberikan kategori 2 mulai dari awal.
Penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 dirujuk ke UPK spesialistik atau berikan INH seumur hidup.
Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan ke 2 menjadi positif.
Tindak lanjut: berikan pengobatan kategori 2 mulai dari awal.