PELAYANAN KEFARMASIAN PADA PENYAKIT INFEKSI SALURAN NAPAS


PRINSIP PELAYANAN KEFARMASIAN
Konsep pelayanan kefarmasian lahir karena kebutuhan untuk bisa mengkuantifikasi pelayanan farmasi klinik yang diberikan, sehingga peran Apoteker dalam pelayanan kepada pasien dapat terukur.
Penekanan Pelayanan Kefarmasian terletak pada:
  1. Apoteker menentukan kebutuhan pasien sesuai kondisi penyakit 
  2. Apoteker membuat komitmen untuk meneruskan pelayanan setelah dimulai secara berkesinambungan
Prinsip-prinsip Pelayanan Kefarmasian terdiri dari beberapa tahap berikut yang harus dilaksanakan secara berurutan

PENYUSUNAN DATABASE
Penyusunan database dilakukan dengan menyalin nama, umur, berat badan pasien serta riwayat obat, riwayat penyakit serta terapi yang diberikan saat ini. Selain itu dalam penyusunan database harus pula diketahui problem medik yang dialami pasien. Problem medik yang dimaksud meliputi diagnosis, simtom. Riwayat alergi perlu ditanyakan khususnya pada pasien yang mendapat antibiotika yang banyak menyebabkan alergi seperti kotrimoksazol, penicillin V, tetrasiklin. Riwayat obat yang perlu ditanyakan adalah riwayat penggunaan antibiotika satu bulan terakhir. Hal ini diperlukan untuk memprediksikan antibiotika yang masih sensitif.

ASSESSMEN/EVALUASI
Tujuan yang ingin dicapai dari tahap ini adalah identifikasi problem yang berkaitan dengan terapi obat. Secara umum problem tersebut meliputi :

Obat Diperlukan
o Obat diindikasikan tetapi tidak diresepkan
o Obat diresepkan namun tidak diminum (noncompliance)

Obat Tidak Sesuai
o Tidak ada problem medik yang membenarkan pemakaian obat
o Obat tidak diindikasikan bagi problem medik yang ada
o Problem medik sudah tidak ada, namun obat masih diresepkan
o Duplikasi terapi
o Tersedia alternatif yang tidak mahal
o Obat tidak tercantum dalam formularium
o Gagal memperhitungkan status kehamilan, usia dan kontraindikasi lainnya
o Obat bebas yang dibeli pasien sendiri tidak tepat
o Penggunaan obat untuk tujuan rekreasional.


Dosis Salah
o Overdosis atau underdosis
o Dosis benar , namun pasien meminum terlalu banyak (overcompliance)
o Dosis benar, namun pasien meminum terlalu sedikit (undercompliance)
o Interval pemberian yang tidak benar, tidak nyaman, kurang optimal

Efek Obat Berlawanan
o Efek samping
o Alergi
o Drug-induced disease
o Drug-induced lab change

Pelaksanaan assessmen adalah dengan membandingkan antara problem medik-terapi-database yang disusun, kemudian dikaitkan dengan pengetahuan tentang farmakoterapi, farmakologi.

PENYUSUNAN RENCANA PELAYANAN KEFARMASIAN (RPK)
Rencana Pelayanan Kefarmasian memuat beberapa hal berikut:
1. Rekomendasi terapi
Dalam rekomendasi terapi diajukan saran tentang pemilihan/penggantian obat, perubahan dosis, interval dan bentuk sediaan.

2. Rencana Monitoring
    Rencana monitoring terapi obat meliputi:
             a.    Monitoring efektivitas terapi.
Monitoring terapi obat pada kasus infeksi saluran pernapasan, dilakukan dengan memantau tanda vital seperti temperatur khususnya pada infeksi yang disertai kenaikan temperatur. Terapi yang efektif tentunya akan menurunkan temperatur. Selain itu parameter klinik dapat dijadikan tanda kesuksesan terapi seperti frekuensi batuk dan sesak pada bronchitis dan pneumonia yang menurun; produksi sputum pada bronchitis, pneumonia, faringitis yang berkurang; produksi sekret hidung berkurang dan nyeri muka pada kasus sinusitis menghilang; nyeri tenggorokan pada faringitis menghilang.
           b.    Monitoring Reaksi Obat Berlawanan (ROB) meliputi efek samping obat, alergi, interaksi obat. ROB   yang banyak dijumpai pada penanganan infeksi saluran napas adalah:  
  • Alergi akibat pemakaian kotrimoksazol, ciprofloxacin, dan penicillin V. 
  • Gangguan saluran cerna seperti mual, diare pada pemakaian eritromisin, klindamisin, tetrasiklin.
  • Efek samping pemakaian antihistamin derivat H1- Bloker seperti kantuk, mulut kering.
 3. Rencana Konseling
Rencana konseling memuat pokok-pokok materi konseling yang akan disampaikan. Pada kasus infeksi saluran pernapasan, pokok-pokok materi konseling meliputi:
  • Tanda-tanda alergi/hipersensitivitas, Steven-Johnson pada antibiotika yang dicurigai berpotensi besar, contoh: kotrimoksazol. 
  • Penghentian terapi bila dijumpai tanda hipersensitivitas 
  • Kontinuitas terapi sampai dengan antibiotika habis untuk meminimalkan risiko resistensi. 
  • Langkah-langkah penanganan ROB, agar pasien tidak begitu saja menyetop terapi setelah mengalami ROB. 
  • Perhatian (caution) yang harus disampaikan pada saat meminum antibiotika seperti cara minum (sebelum atau sesudah makan), harus diminum dengan air minum yang banyak untuk preparat sulfonamida untuk menghindari kristaluria. 
  •  Terapi suportif pada faringitis, bronkhitis

IMPLEMENTASI RPK
Kegiatan ini merupakan upaya melaksanakan RPK yang sudah disusun. Rekomendasi terapi yang sudah disusun dalam RPK, selanjutnya dikomunikasikan kepada dokter penulis resep. Metode penyampaian dapat dipilih antara berbicara langsung (pada apotek di poliklinik atau apotek pada praktek dokter bersama) atau melalui telpon. Komunikasi antar profesi yang sukses memerlukan tehnik dan cara tersendiri. Implementasi rencana monitoring adalah dengan melaksanakan monitoring terapi obat dengan metode seperti yang sudah disebutkan di atas. Demikian pula implementasi Rencana Konseling dilaksanakan dengan konseling kepada pasien.

FOLLOW-UP
Follow-up merupakan kegiatan yang menjamin kesinambungan pelayanan kefarmasian sampai pasien dinyatakan sembuh atau tertatalaksana dengan baik. Kegiatan yang dilakukan dapat berupa pemantauan perkembangan pasien baik perkembangan kondisi klinik maupun perkembangan terapi obat dalam rangka mengidentifikasi ada-tidaknya PTO yang baru. Bila ditemukan PTO baru, maka selanjutnya Apoteker menyusun atau memodifikasi RPK.
Kegiatan lain yang dilakukan dalam follow-up adalah memantau hasil atau outcome yang dihasilkan dari rekomendasi yang diberikan. Hal ini sangat penting bagi Apoteker dalam menilai ketepatan rekomendasi yang diberikan.

PELAYANAN KEFARMASIAN PADA INFEKSI SALURAN NAPAS
Infeksi Saluran Napas Atas

Assessmen:
Menilai ada-tidaknya alergi terhadap antibiotika yang diresepkan
Mengkaji ketepatan antibiotika, lama terapi yang digunakan
Mengkaji kesesuaian dosis,bentuk obat terkait kondisi pasien
Mengkaji ada-tidaknya efek samping ataupun ROB yang potensial akan terjadi.
Mengkaji ada-tidaknya interaksi obat, khususnya bila dijumpai peresepan antasida
Mengkaji respon terapi, resistensi maupun kegagalan terapi
Menilai kepatuhan dan faktor yang menyebabkan kegagalan terapi

Rekomendasi
Pemilihan antibiotika dan terapi pendukung
Efek samping obat ataupun ROB, interaksi obat yang potensial serta penanganannya.

Monitor
Efektivitas antibiotika dengan memantau tanda dan gejala infeksi saluran napas atas
Menanyakan efek samping obat yang potensial seperti diare, mual , rash

Konseling
Kontinuitas terapi hingga seluruh antibiotika diminum.
Lama terapi yang tepat untuk mencegah resistensi, infeksi ulangan, maupun penyembuhan yang tidak tuntas.
Tanda efek samping obat yang potensial dan cara mengatasinya.
Cara pakai obat, khususnya tetes telinga, tetes hidung, obat kumur.

Infeksi Saluran Napas Bawah
Assessmen
Menilai perlu-tidaknya terapi antibiotika
Menilai ada-tidaknya alergi terhadap antibiotika yang diresepkan
Mengkaji ketepatan antibiotika, lama terapi yang digunakan
Mengkaji kesesuaian dosis,bentuk obat terkait kondisi pasien
Mengkaji ada-tidaknya efek samping ataupun ROB yang potensial akan terjadi.
Mengkaji ada-tidaknya interaksi obat, khususnya bila dijumpai peresepan antasida
Mengkaji respon terapi, resistensi maupun kegagalan terapi
Menilai kepatuhan dan faktor yang menyebabkan kegagalan terapi

Rekomendasi
Pemilihan antibiotika dan terapi pendukung
Efek samping obat ataupun ROB, interaksi obat yang potensial serta penanganannya.

Monitor
Bronkhitis
Efektivitas terapi: Frekuensi batuk, volume dan warna sputum
Efek samping obat potensial:
       o Takikardia, palpitasi akibat bronkhodilator
       o Sedasi, konstipasi akibat pemakaian dekstrometorphan, codein
Interaksi Obat
Pneumonia
Efektivitas terapi: Frekuensi batuk, volume dan warna sputum, sesak napas, nyeri dada, suhu badan, nadi, leukosit, fungsi paru pada pneumonia berat. Kegagalan antibiotika dalam menurunkan tanda-tanda infeksi dinilai dalam 48-72 jam setelah dosis pertama diberikan.
Efek samping obat potensial:
    o Rash, urtikaria setelah pemberian antibiotika baik pada dosis pertama atau dosis selanjutnya. Antibiotika selain penicillin yang perlu diawasi karena mempunyai insiden alergi yang cukup besar adalah cefalosporin, quinolon, kotrimoksazol.
        o Takikardia, palpitasi akibat bronkhodilator
Interaksi Obat (lihat monografi obat)

Konseling
Hidrasi secara oral pada pasien rawat jalan untuk mempermudah ekskresi sputum secara spontan.
Kontinuitas terapi hingga seluruh antibiotika diminum, bila pasien mendapat antibiotika.
Lama terapi yang tepat untuk mencegah resistensi, infeksi ulangan, maupun penyembuhan yang tidak tuntas.