PENGGOLONGAN OBAT

Obat adalah bahan atau paduan bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan, dan peningkatan kesehatan termasuk kontrasepsi dan sedian biologis (Penjelasan atas PP RI No. 72 th 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan).

Penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika, narkotika dan obat wajib apotek.

Obat bebas dan obat bebas terbatas adalah obat yang boleh dipasarkan tanpa resep dokter atau dikenal dengan nama OTC (Over The Counter). Obat golongan ini dimaksudkan untuk menangani penyakit-penyakit simptomatis ringan yang banyak diderita masyarakat luas yang penanganannya dapat dilakukan sendiri oleh penderita. Praktik seperti ini dikenal dengan nama self medication (pengobatan sendiri).

Obat golongan psikotropik/narkotika dikenal dapat menimbulkan ketagihan dengan segala konsekuensi yang sudah kita tahu. Karena itu, obat-obat ini mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya diawasi dengan ketat oleh Pemerintah dan hanya boleh diserahakan atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan pemakaiannya pada pemerintah.

OBAT BEBAS
Obat bebas, yaitu obat yang bisa dibeli bebas di apotek atau toko obat, bahkan di warung, tanpa resep dokter, ditandai dengan lingkaran hijau bergaris tepi hitam.

Obat bebas ini digunakan untuk mengobati gejala penyakit yang ringan. Dalam pemakaiannya, penderita dapat membeli dalam jumlah sedikit, jenis zat aktif pada obat golongan ini relatif aman sehingga pemakainnya tidak memerlukan pengawasan tenaga medis selama diminum sesuai petunjuk yang tertera pada kemasan obat. Oleh karena itu, sebaiknya golongan obat ini tetap dibeli bersama kemasannya. Yang termasuk golongan obat ini yaitu obat analgetik/pain killer (parasetamol), vitamin dan multivitamin.

OBAT BEBAS TERBATAS
Obat bebas terbatas (dulu disebut daftar W), yakni obat-obatan yang dalam jumlah tertentu masih bisa dibeli di apotek, tanpa resep dokter. Obat golongan ini ditandai dengan lingkaran biru bergaris tepi hitam.

Contoh obat bebas terbatas antara lain obat flu/pilek, obat batuk, obat tetes mata untuk iritasi ringan. Pada kemasan obat seperti ini selalu tertera peringatan (seperti yang tertera pada Surat Keputusan No. 6355/Direktorat Jenderal/SK/69, berupa kotak kecil berukuran 5x2 cm berdasar warna hitam dan memuat pemberitahuan dengan huruf berwarna putih, seperti pada gambar di bawah ini :


OBAT KERAS
 
Obat keras (dulu disebut obat daftar G = gevaarlijk = berbahaya) yaitu obat berkhasiat keras yang untuk memperolehnya harus dengan resep dokter, ditandai dengan lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya. Obat keras merupakan obat yang hanya bisa didapat dengan resep dokter.
 
Obat keras terdiri dari:
  1. Daftar G atau Obat Keras seperti antibiotika, anti diabetes, anti hipertensi, dan lainnya.
  2. Daftar O atau Obat Bius/Anastesi adalah golongan obat-obat narkotika.
  3. Obat Keras Tertentu (OKT) atau Psikotropik, seperti obat penenang, obat sakit jiwa, obat tidur, dan lainnya.
  4. OWA yaitu Obat Keras yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotik tanpa resep dokter dengan jumlah tertentu, seperti anti histamine, obat asma, pil anti hamil, beberapa obat kulit tertentu, dan lainnya.
PSIKOTROPIKA
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku (UU RI No.5 Th 1997 ttg Psikotropika).
Contoh : Diazepam, Phenobarbital

Berdasarkan UU RI No.5 Th 1997 ttg Psikotropika, obat golongan ini dibagi menjadi 4 yaitu, psikotrpika gol. I, psikotrpika gol. II, psikotrpika gol. III dan psikotrpika gol. IV.

NARKOTIKA
Narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Obat golongan ini pada kemasannya ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang berwarna merah.

Obat narkotika bersifat adiksi dan penggunaannya diawasi ketat sehingga obat golongan ini hanya dapat diperoleh di Apotek dengan resep asli (bukan copy resep). Dalam bidang kedokteran, obat narkotika digunakan sebagai anestesi/obat bius dan analgetik/penghilang rasa sakit.
Contoh : Morfin, Petidin

OBAT WAJIB APOTEK (OWA)
OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker kepada pasien. Walaupun Apoteker boleh memberikan obat keras, namun ada persayaratan yang harus dilakukan dalam penyerahan OWA.
  1. Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien (nama, alamat, umur) serta penyakit yang diderita.
  2. Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan kepada pasien. Misalnya, golongan antibiotik, hanya boleh memberikan antibiotik topikal (untuk pemakaian luar) dan umumnya hanya boleh diberikan 1 tube saja.
  3. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup: indikasi, kontra-indikasi, cara pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat yang mungkin timbul serta tindakan yang disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut timbul.
Sampai saat ini oleh menteri kesehatan telah ditetapkan daftar OWA No. 1, OWA No. 2, dan OWA No. 3. Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masayrakat, maka obat-obat yang digolongkan dalam OWA adalah obat ang diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita pasien.

Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan:
  1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
  2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
  3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
  4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
  5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.